BERITA NUSANTARA DARI MAJAPAHIT ABAD-21 MELAWAN DAJJAL ARAB JAHILLYAH 500 TAHUN YANG LALU MEMAKSAKAN KEHENDAKNYA DENGAN MENGATAKAN SESAT ATAU KAFIR HINGGA SAMPAI DETIK INI CONTOHNYA PURA MAJAPAHIT TROWULAN YANG NOTA BENE MEMBERIKAN SEJARAH BERBUDAYA, BERPANCASILAIS, SERTA TEMPAT KAWITAN LELUHUR MAJAPAHIT, PARA DAJJAL ARAB INI JUGA MERONGRONG PANCASILA AGEMAN BANGSA INDONESIA DAN PARA DAJJAL ARAB INI MEMBUAT KAWULA DAN RAKYAT MENJADI BODOH DAN TIDAK TAHU SEJARAH BANGSA SENDIRI TIDAK CINTA DAN BANGGA DENGAN TANAH AIR HINGGA MEREKA DIKUTUK OLEH IBU PERTIWI, TIDAK CINTA DAN BANGGA DENGAN ADAT DAN BUDAYA BANGSA SENDIRI. HINGGA BANGSA LAIN BINGUNG MEMBERI IDENTITAS BANGSA INI. HUKUM R.I DAN HAM DIANGGAP TAHI OLEH DAJJA; ARAB. CANDI ADALAH SIMBOL PERADABAN NUSANTARA SEKARANG INDONESIA BERBHINNEKA TUNGGAL IKA. PERADABAN ITU JUGA ADA DI ARAB ATAU DIBELAHAN BUMI LAINNYA TAPI KENAPA INDONESIA HARUS DIARABISASI ???.

13 April 2009

SRI WILATIKTA BRAHMARAJA XI

Hyang Suryo Wilatikta "Abhiseka Raja Majapahit Masa Kini"

Raja Majapahit Masa KiniPARAMA WISESA PURA sebuah candi megah tempat Pemujaan RAJA-RAJA Majapahit pada era Kejayaan Majapahit Nusantara tempo dulu berdiri megah di Majapahit.

Sejak 500 tahun keruntuhan Madjapahit candi itu tidak ada yang tahu letaknya, mungkin berserakan……`Kalanya` di depan gang kampung, batu-batunya berserakan di sawah dan lain-lain.

Lontar Bali GEGURITAN MAJAPAHIT menyatakan:

“Sira Mpu Kuturan, Ingaran Mpu Rajakretha, Mahyunta Anggawe Parhyangan Kabeh, Sane Kagawa wit Majapahit,Kaunggahan ring Bali Kabeh”

Adalah Mpu Kuturan, bergelar Mpu Rajakretha, membuat Parahiyangan ( tempat leluhur ) semua yang di Bali, yang di bawanya dari Majapahit, di bangun / di terapkan di Bali semua.

Masa sekarang, seluruh Pura-pura tempat leluhur di Bali adalah dari Majapahit dengan bukti selalu mempunyai “PERSIMPANGAN MAJAPAHIT MENJANGAN SLUWANG “. Bahkan pada acara Melasti atau Kirap membawa menjangan utuh dalam bentuk Arca atau Pratima.

Di Pura Besakih ada duplikat PARAMAWISESA PURA yang dibuat oleh Arya Damar, Arya Kenceng ( Raja Bali Anglurah Majapahit ), Rakyan Mahapatih Hamangkubumi Gadjah Mada dan Para Arya Wilatikta tahun 1343 M zaman Pemerintahan Ratu Majapahit III IBU TRI BUANA TUNGGA DEWI, bahkan di tandai dengan Pohon Buah Leci yang berasal dari Cina, Di samping kiri Pelinggih Ratu MAS.

Sebuah meru tumpang XI Hyang Wisesa dan Meru Tumpang III Ratu Mas Magelung Leluhur yang melinggih adalah: Masa mudanya bernama SRI ADWAYA BRAHMA keturunan Prabu Airlangga Raja Jawa-Bali yang di sebut KADIRI.

Hyang Wisesa Bersama Raja Majapahit IX
Gedong Meru atau Pagoda Sri Jaya Sabha / Hyang Wisesa / Sri Wilatikta Brahmaraja I bersama Raja Majapahit ke-9
Ratu Mas b
Ratu Mas / Siwa Parwati / Ibu Bathari Durgha / Ratu pantai selatan / Ratu Indreswari / Dara Jingga / Sri Paduka Patni Biksuni Sakti Pelindung Jagad Raya bersama keturunannya yang kesebelas di Besakih 1-1-2009 pulang melihat bukti sejarah yang nyata bahwa di besakih masih ada, membuktikan Bali memang Majapahit (peristiwa langka dan pertama kali sejak 666 tahun yang lalu Beliau melihat persinggahannya untuk mengayomi semua keturunannya yang di Bali setelah di Stanakan / di Linggihkan di PURA IBU MAJAPAHIT JIMBARAN)

Masa Dewasa menjadi PANGLIMA PERANG NUSANTARA dengan gelar ” BATHARA INDRA ” setelah upacara Srada menjadi Hyang Wisesa, Permaisurinya / istrinya masa kecilnya bernama LI YULAN / Dewi Bulan / Wulan / Dara Jingga putri pertama Raja Miao Li ( Mauli Warmadewa kerajaan Melayu / Malaya / sekarang Malaysia / Nan Hay Cina selatan ), setelah menikah bergelar INDRASWARI setelah upacara Srada menjadi Bathari RATU MAS MAGELUNG manifestasi DEWI KWAN IM

Inilah SRI WILATIKTA BRAHMARAJA I yang di candikan / di-Stanakan di pura Besakih Bali yang di wilayah Trowulan Candinya hancur dan hilang entah dimana.

HYANG SURYO WILATIKTA KETURUNAN XI

(Generasi yang ke sebelas)

Sejak kecil Hyang Suryo Wilatikta berbakti kepada leluhurnya dengan belajar ilmu kepanditaan / Brahmana (Brahmaraja), juga melakukan Darma Baktinya kepada keluarga Majapahit hingga memperoleh Bintang ” Darma Bakti Budaya “. Dan di anggap memang SATRYA, berani bertahan dengan melestarikan Adat Majapahit. Di rumahnya Hyang Suryo membuatkan makam-makam yang berupa candi karena ber-Ageman SIWA BUDA yang tidak memerlukan tanah ” perkuburan ” pada umumnya, jadi masuk kepercayaan yang di bawah naungan DEPDIKBUD ( dahulu ) sekarang sudah menteri Kebudayaan, tapi tetap di GEBUK SKB menteri Agama dan Mendagri 01/BRN MGA/1969 yang isinya tidak jelas hanya untuk menuduh / menfitnah membuat tempat ibadah Hindu.

Padahal Majapahit ” BUKAN Hindu “, bahkan sudah di jelaskan di MUSPIKA malah di anggap penipu dan pinter ngomong. Rumahnya di tutup di larang ritual dan kegiatan dalam bentuk apapun, sangat aneh di negara yang merdeka berdasarkan Pancasila dan punya KOMNAS HAM. Tapi sekarang sudah ada;

” PUSAT INFORMASI MAJAPAHIT TENTANG SRI WILATIKTA BRAHMARAJA XI ABHISEKA RAJA MAJAPAHIT MASA KINI “ di utara Kolam segaran Jl.Brawijaya Dara Jingga 13/16 Tembus Sabda Palon.

ADAT MADJAPAHIT

Puri / Pura / Puro / Griya Hyang Suryo Wilatikta harus punya tempat leluhur / Pura Majapahit. Sesuai dengan Adat Majapahit yang lestari di Bali sampai detik ini sehingga menjadi perhatian seluruh DUNIA / Jagatraya. Padahal kalau di telusuri antara Bali dan Jawa tanahnya sama, orangnya sama, yang membedakan adalah adat istiadatnya serta budaya yang menarik perhatian dunia tidak ada duanya, itulah adat masa Majapahit yang lestari sampai hari ini yang luput dari penumpasan Islam Demak.

” PURI-PURA-PURANA “

Konsep PURI-PURA-PURANA ini satu kesatuan yang sangat lestari di Bali karena Bali memakai Adat Majapahit. Contoh GRIYA-MERAJAN-BABAD ( Rumah- Tempat Leluhur-Ada ceritanya ). Seperti rakyat pada umumnya yang punya Merajan / Sanggah Kawitan. Kalau di Jawa karena sudah TIDAK melestarikan, merajan menjadi dusun yang berganti keyakinan biarpun masih ada yang datang ke leluhur untuk nyekar di kuburan

( WILATIKTA PURA )

Awal mula rumah ini ada jauh sebelum ORDE BARU menguasai negeri, di dalamnya ada tempat Leluhur Majapahit, dan ada ceritanya / PURANA siapa leluhur yang di puja dan silsilahnya awal sampai penerus terakhir (yang masih hidup / kasunyatan sekarang ). Di dalam rumah Hyng Suryo ada Meru / Pagoda / Pelinggih tumpang sebelas SRI WILATIKTA BRAHMARAJA I dan tumpang sembilan Leluhur Putri / Permaisurinya dan Leluhur-leluhur Majapahit lainnya. Inilah yang dijadikan masalah dan mau di robohkan. Sebetulnya inilah Pepunden Nusantara di Trowulan, karena di upacarai dengan Adat Mojopahit yang MAHA SEMPURNA dan BENAR , bahkan paling sempurna di dunia. Peresmian / Tata cara benar-benar menggunakan SIWA - BUDA . Kitab Negara Kerthagama hasil maha karya Mpu Prapanca menuliskan kisahnya pada masa Prabu Hayam Wuruk terulang kembali di abad 21 yakni pada masa Hyang Suryo Wilatikta.

Dengan adanya BARONG SAY CHINA sesuai Adat Leluhur Putri dari CHINA tiap Upacara harus disuguhkan dengan BARONG SAY yang di simbolkan punya tugas sebagai penyelamat dari unsur-unsur kejahatan yang kalau di Bali, menjadi BARONG LANDUNG ataupun BARONG KET. Inilah yang menjadi bukti sejarah, karena ketidaktahuan akhirnya menjadi dongeng /mula keto/ memang begitu. BARONG SAY menjadi cikal Bakal dari BARONG LANDUNG atau BARONG KET. Sedangkan Tari Baris menggambarkan Prajurit Majapahit yang tidak berubah kostumnya dari dulu.

Dan upacara SIWA nya benar - benar ditangani, Adat Majapahit yang hanya ada di bali, justru di saat sekarang ini Hyang Suryo satu - satunya di dunia yang bisa tetep menggabungkan Tata Cara SIWA BUDA . Padahal Agama sudah di KOTAK menjadi Agama Hindu dan Agama Budha, Hyang Suryo gigih tetap dengan keyakinan SIWA BUDA . Di KTP selalu di tulis Agama BUDHA karena Agama SIWA tidak di akui, Jadi hanya satu - satunya di DUNIA orang yang punya Agama SIWA BUDA . Bahkan Keluarga Keturunan Majapahit Hindu Bali mendukung, Budha China seperti Pendeta LOTUS TEMPLE CHINA FEN PADMA NANDY datang merestui dan berdoa menyumbang peralatan ritual dari China termasuk TEH KWAN IM obat - obatan Raja China untuk Hyang Suryo. Buktinya Bingki Irawan Ketua Agama Konghucu ( yang sudah di akui Agama oleh SBY ) nyumbang Tarian Barong Say. Yang untuk pertama kalinya sejak 500 tahun diadakan di PURI SURYA MAJAPAHIT TROWULAN untuk menghormati SRI WILATIKTA BRAHMARAJA I yang punya istri LI YULAN / DARA JINGGA / INDRASWARI / RATU MAS MAGELUNG yang melinggih di Pagoda / Meru Tumpang sebelas dan sembilan di dalam Puri Surya Majapahit yang mau dirobohkan. Keluarga besar yang beragama Islam / Kristen / Katholik / Kepercayaan dan lain- lain, ikut datang mendukung dan kebetulan mereka mengaku keturunan Majapahit bahkan dari Penjuru DUNIA / JAGAD RAYA ( Orang- orang desa menyebut TOURIS ).

Upacara di Trowulan SIWA-nya (Hindu) di pusat: IDA PRANDA MADE GUNUNG‘, yang karena mendukung MAJAPAHIT kini menjadi PERANDA terkenal di DUNIA JAGAD RAYA ( Tiap Hari Dharmawacana di Bali TV dan lainnya).

Yang mengagumkan DUNIA tinggal satu - satunya keturunan MAJAPAHIT yang Berani ( Istilah sekarang karena Kong-hucu di akui AGAMA ) mengaku ber-AGAMA SIWA - BUDA. ( Agemanku) - Pegangan hidup.

Inilah yang membuat kagum DUNIA JAGAT RAYA, sehingga Hyang Suryo Wilatikta satu - satunya ORANG di DUNIA / Jagad Raya yang ber-Agama SIWA BUDA, sehingga oleh Dunia / Jagad Raya di beri HAK memakai nama / Bergelar SRI WILATIKTA BRAHMARAJA XI.

Generasi yang XI (ke sebelas) menjadi RATU MOJOPAHIT IX (ke-9), memiliki SK Keluarga Besar Mojopahit Jogjakarta yang di ketuai Prof. DR. R.M WISNU WARDANA SURYA DININGRAT, karena Raja Majapahit VIII melarikan diri di kejar tentara islam demak dan MOKSWA di gunung Lawu. Mengenai Pro dan kontra siapa yang sekarang yang berani mengaku sebagai Raja Majapahit IX ?. Apakah sudah mumpuni ?. Mengerti adat Majapahit Sekala Niskala.

Putra-putri Majapahit bersama Sri Wilatikta Brahmaraja XI
Putra-putri Majapahit bersama Sri Wilatikta Brahmaraja XI
Berbincang bersama Bayangkara Majapahit (Polisi)
Berbincang bersama Bayangkara Majapahit (Polisi)
Memberikan Restu
Memberikan Restu sebelum Upacara Panca Wali Krama di Besakih 1 Januari 2009
Raja memberikan Dharma Wacana untuk kesejahteraan
Raja memberikan Dharma Wacana untuk kesejahteraan dan sejarah kenyataan

Hyang Suryo tidak pernah mengaku Raja, hanya mengaku KETURUNAN GENERASI KE SEBELAS (XI). Tapi Hyang Suryo sudah mengikuti sejak kecil upacara-upacara Majapahit seperti ; Otonan, odalan, Diwinten, Dwijati, ikut upacara terkecil maupun terbesar: Eka Dasa Ludra yang di adakan Upacara seratus tahun sekali di pura Besakih tahun 1963. Terakhir ” metatah ” oleh Bathari Agung Sagung Ayu Parameswari di Puri Dangin ( Salah satu Neneknya yang tidak punya anak menjadi Ibu angkat ). Beliau adalah istri dari Bathara Ratu Gde Patih TRI MACAN MAJAPAHIT di Bali ( purinya hancur akibat perang puputan 1908 sekarang menjadi Markas KODAM UDAYANA )

Dan RATU PERANDA LINGSIR Puri Kawanan, Ida Bagus Gde Basia dalang KANDA BHUAWA. Hyang Suryo di beri nama ” ANAK AGUNG KETUT ADNYANA ” (Anak yang di angkat ) di depan pelinggih Bathara Kawitan Majapahit BALI, nama ini oleh Hyang Suryo tidak di pakai hanya di anggap nama NISKALA waktu Upacara metatah.

Kemudian di Jawa melakukan DHARMA dan BAKTI kepada Keluarga Besar keturunan Majapahit dan para Leluhurnya sehingga mendapat Bintang DHARMA BAKTI BUDAYA pada hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2001 di Surakarta, sehingga sa`at ini di akui DUNIA JAGAD RAYA orang yang melakukan praktek / mengalami sendiri / melaksanakan Adat / Tata cara Majapahit Murni dan konsekuen secara maha sempurna Sekala - Niskala dan di akui DUNIA sebagai RAJA MAJAPAHIT 9 dengan Gelar ABHISEKA SRI WILATIKTA BRAHMARAJA XI.

Inilah Sejarah Keluarga tanpa intervensi dari siapapun dan menceritakan yang sebenarnya untuk kebanggaan generasi muda yang cinta Tanah AIR dan Bangsa akan sejarah Nusantara yang adi luhung. Di samping merayu para leluhur untuk tidak murka pada keturunannya dan alam mau bersahabat lagi untuk ketentraman dan kesejahteraan kawula semua. Manunggaling kawula Gusti.