BERITA NUSANTARA DARI MAJAPAHIT ABAD-21 MELAWAN DAJJAL ARAB JAHILLYAH 500 TAHUN YANG LALU MEMAKSAKAN KEHENDAKNYA DENGAN MENGATAKAN SESAT ATAU KAFIR HINGGA SAMPAI DETIK INI CONTOHNYA PURA MAJAPAHIT TROWULAN YANG NOTA BENE MEMBERIKAN SEJARAH BERBUDAYA, BERPANCASILAIS, SERTA TEMPAT KAWITAN LELUHUR MAJAPAHIT, PARA DAJJAL ARAB INI JUGA MERONGRONG PANCASILA AGEMAN BANGSA INDONESIA DAN PARA DAJJAL ARAB INI MEMBUAT KAWULA DAN RAKYAT MENJADI BODOH DAN TIDAK TAHU SEJARAH BANGSA SENDIRI TIDAK CINTA DAN BANGGA DENGAN TANAH AIR HINGGA MEREKA DIKUTUK OLEH IBU PERTIWI, TIDAK CINTA DAN BANGGA DENGAN ADAT DAN BUDAYA BANGSA SENDIRI. HINGGA BANGSA LAIN BINGUNG MEMBERI IDENTITAS BANGSA INI. HUKUM R.I DAN HAM DIANGGAP TAHI OLEH DAJJA; ARAB. CANDI ADALAH SIMBOL PERADABAN NUSANTARA SEKARANG INDONESIA BERBHINNEKA TUNGGAL IKA. PERADABAN ITU JUGA ADA DI ARAB ATAU DIBELAHAN BUMI LAINNYA TAPI KENAPA INDONESIA HARUS DIARABISASI ???.

21 April 2009

PURA/KERATON MAJAPAHIT JENGGALA



Erat sekali hubungannya dengan Brahmaraja/Hyang Wisesa/Panglima perang Majapahit begitu juga dengan Candi Gayatri/Boyolangu yang pada sloka Kitab Negara Kerthagama akan di bangun Parahyangan pada masa Prabu Hayam Wuruk tetapi semua sudah di hancurkan oleh bangsa Arab melalui Pedagang Gujarat/Sunan Persia/Santri wali Demak.
Bangunannya terlihat sederhana. Namun, dengan kesederhanaan itu membuat kawula Majapahit dari berbagai daerah betah tinggal di sana untuk menjalankan ibadat. Bahkan, ada yang berasal dari Pulau Bali. Di tempat itu dulu terkenal cukup angker, jalmo moro jalmo mati. Itulah Pura Majapahit Jenggala, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.


Keluarga besar Majapahit di Tulung Agung kini telah memiliki Pura/Stana leluhur. Walaupun bangunannya tidak terlalu mewah. Namun demikian, bukan hanya umat Hindu yang datang, bahkan dari umat-umat yang lain juga ikut datang semisal umat Islam yang memang keturunan dari leluhur Nusantara, Keristen, Katholik, Budha bahkan aliran Kepercayaan/Kejawen datang ke leluhur bukan hanya dari daerah sekitar, tapi dari luar Jawa juga ikut datang karena merasa memang itu kawitannya yakni Majapahit Jenggala yang memang bisa menyatukan semuanya, sekarang masuk Kabupaten Tulung Agung. Di tempat ini dulunya sangat angker dan ada dua arca yang berkekuatan magis. Sehingga tidak ada orang yang berani mendekat. Karena badan tiba-tiba terasa panas dan dingin. Tapi, setelah dibangun Pura, suasana angker itu hilang. Masyarakat jadi tidak takut lagi.
Sebelum dibangun Pura, pohon beringin itu dulunya terkenal cukup angker. Tidak hanya angker saja, tapi masyarakat setempat mangatakan janmo moro janmo mati (siapa yang datang pasti menemui ajalnya). Apalagi untuk sekadar bermain-main. Hal ini berlaku untuk semua misteri pohon beringin itu. Setelah diselidiki, ternyata di dalam pohon itu ada patung Siwa dan Wisnu yang kepalanya sudah putus. Patung tersebut kini berada di dalam Pura Majapahit Jenggala Tulungagung.



Pura Majaphit Jenggala Tulungagung, ini dibangun sekitar tahun 1995 dan diresmikan tahun 1996 oleh Hyang Suryo Wilatikta yang sekarang ber-Abhiseka Sri Wilatikta Brahmaraja XI sebagai keturunan Kerajaan Majapahit Jenggala. Dihadiri keluarga pura di Pulau Bali,” ungkap Hyang Brahmaraja, Raja Majapahit ke-9 Juga sebagai Pandito Ratu/Pandito Pura Majapahit Pusat, Mojokerto.
Bangunan Pura Majapahit Jenggala ini terbagi dalam tiga bagian. Pertama, ruangan bagian nista, yang merupakan halaman pura untuk tempat parkir dan pintu gerbang.
Kedua, ruangan madya, merupakan tempat untuk melakukan kegiatan belajar, berdiskusi tentang agama, mempersiapkan kegiatan upacara hari besar keagamaan.
Ketiga, ruangan utama. Di tempat ini merupakan ruangan yang paling penting. Karena digunakan untuk melakukan sembahyang. Ratusan umat Siwa Buda Majapahit melakukan kegiatan sembahyangan di ruangan itu. Baik itu dari Tulungagung dan sekitarnya maupun umat-umat/keluarga yang berada di Bali karena Bali adalah Majapahit biarpun di Klaim Hindu, sesungguhnya prakteknya Siwa Buda dan tidak sama dengan Hindu manapun di dunia ini itulah adat dan budaya serta keturunan dari Majapahit. (Kasunyatan, di tambah dan di kutip dari tabloid posmo)

15 April 2009

E.Y.D TRIK ARAB MENGUBAH LONTAR MAJAPAHIT JAWA BALI

EYD singkatan dari Ejaan Yang Di sempurnakan ternyata membawa dampak kegoblokan bangsa ini membaca lontar-lontar kuno supaya berubah artinya, sehingga bacaannya tidak bisa di mengerti oleh leluhur dan apa yang di mohonkan tidak pernah tercapai oleh para penerusnya. Contohnya, Madjapahit di ganti Majapahit leloehoer membacanya Mayapahit, Ironis Madjapahit yang begitoe besar cuma menjadi Maya dan Pahit, Gadjah Mada menjadi Gajah Mada leloehoer membacanya Gayah Mada sehingga mantra-mantra koerang mandjur, baik lontar jawa ataoepoen lontar Bali tidak beryoni / berkekoeatan lagi sehingga mantra-mantra Arab bebas berkeliaran ataoepoen bersuara di negeri tercinta Noesantara untuk meroesak tatanan yang soedah ada, Noesantara yang damai, soeboer, makmoer, gemah ripah loh Djinawi sekarang tidak pernah terdengar. Hanya riboet Presiden dari Islam, Sariat Arab, menjingkirkan selain kejakinan selain Islam yang dari Arab, nanti kalaoe di adjak berdebat hanya Islam yang dari Arab jang sjah, jang lainnja sesat, mengacaoekan oemat katanja, Padahal oemat yang segelintir tapi mengklaim banjak (lihat kasoeyatan). E.Y.D salah satoe bikinan ORBA menteri Agamanja dari Arab waktoe itoe jang moelai melakoekan strateginja oentoek moelai meroesak mantra-mantra asli Madjapahit, bangsa arab sendiri memeakai bahasa mereka untuk memohon dengan kata-katanya lha kita di soeroeh pakai bahasa mereka tapi tidak mengerti artinya aneh, bangsa arab soeroeh sadja memakai bahasa djawa oentoek ritoealnja tapi bagoeslah djadi kata-kata Masjid di artikan Mas Yid (orang jawa yang seneng merantau jadi kacung/budak sesoeai harapan Bangsa Arab oentoek memperboedak bangsa Indonesia oentoek teroes setor TKW dengan djandji-djandji sahid dan soepaya moedah di lecehkan karena bangsa saja memang bodoh/joejoer, ataoe supaya riboet terus memperdebatkan agama yang dari padang pasir yang benar dan paling benar di muka bumi supaya semoea tempat berganti dengan Mas yid. (KASOENJATAN)

13 April 2009

KETURUNAN MAJAPAHIT










Tersebar di seluruh Dunia !!!………, hanya yang masih melestarikan Adat dan Budayanya sampai sekarang hanya Bali biarpun para keturunannya / Wangsa Ksatriya, Brahmana, Waisya di sebut beragama Hindu yang konon berasal dari India tapi prakteknya tidak identik sama sekali dengan India. Ajaran Siwa Buda serta orang-orangnya sangat identik dengan masa Majapahit, lontarnya, gaya model bangunannya serta sistimnya. Sedangkan Hindu di canangkan di Indonesia tahun 1960 Masehi. Sedangkan Kasta atau status sosial sudah di hapus pada tahun 1971, karena itu bikinan bangsa asing yang ingin memecah belah keturunan Majapahit.

Dunia mencari dimana sebenarnya majapahit ?.
Bung Karno pernah berkata,” Jika ingin melihat Majapahit datanglah ke Bali !”. Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.



Calon Generasi Majapahit

Calon Generasi Penerus Majapahit



Bersatu di Kawitan

semua keturunan Bersatu di Kawitan



Untung tidak semua di tumpas oleh pasukan Islam Demak dibawah pimpinan Patah di dukung oleh sunan yang merasa sakit hati (cuplikan Dharmagandul yang sempat di larang). Mengapa cerita Dharmagandul di larang ?. Jelas ketakutan para Dajjal yang berkedok agama islam dari aliran keras untuk menguasai bumi Nusantara yang Gemah Ripah Loh Jinawi karena di Arab hanya Padang pasir dan terusir.

PUSAKA WARISAN NUSANTARA
Pameran Pusaka Budaya Nusantara--Upaya ''Mengakrabkan'' Generasi Muda denganWarisan BudayaSelama dua minggu, dari 20 Juli hingga 2 Agustus 2003, berlangsung pameran benda-benda pusaka di Gedung Ksirarnawa Art Center, Taman Budaya Bali. Benda-benda pusaka yang diperlihatkan kepada publik itu berasal dari beberapa periode zaman Majapahit, Singosari, Pajajaran, Kasunanan, Kasultanan dan Kadipaten. Selain benda pusaka berupa tosan aji keris, tombak, cundrik dan lain-lain juga dipamerkan benda-benda keramat seperti pratima Pura Majapahit, pratima Raja Brawijaya di Candi Simping dan batu pusaka Pura Dalem Solo Bali. Pertanyaannya, apa sesungguhnya tujuan dipamerkan benda-benda itu? Kenapa yang keramat juga diperlihatkan kepada publik?Pameran yang dibuka Kadis Pendidikan Propinsi Bali Gusti Ngurah Oka, S.E. itu memiliki makna tersendiri. Selain, berupaya untuk ''mengakrabkan'' generasi muda kepada benda-benda pusaka, pameran itu sesungguhnya memberi gambaran kepada masyarakat bahwa sejak lama para nenek moyang bangsa Indonesia memiliki keahlian menciptakan senjata. Tidak hanya tajam secara fisik, juga diyakini memiliki yoni kekuatan gaib.Ketua Panitia Pameran Dr. RM Heng Roos Gianto, M.Si. mengatakan, selama ini ada kesan bahwa generasi muda ''takut'' terhadap benda-benda pusaka. Demikian juga benda-benda yang dikeramatkan. Bahkan, keberadaan benda-benda keramat seolah-olah ditutup-tutupi.Karena itu, selain senjata pusaka, dalam pameran kali ini sejumlah benda pusaka pada masa Kerajaan Majapahit ikut diperlihatkan kepada masyarakat, khususnya Bali. ''Kita berharap agar generasi muda akrab dengan budaya warisan nenek moyang bangsa ini, dan tidak silau pada budaya asing,'' katanya.Benda-benda pusaka Pura Majapahit yang dipamerkan di antaranya satu paket leluhur Singalayapara. Benda yang dikeramatkan itu terbuat dari perunggu, kuningan dan emas berupa arca leluhur putri Majapahit yang dimanifestasikan Ratu Mas Magelung atau Dewi Kwan Im.Di samping itu, ada bedug Singa Ludaya, arca Dewi Suhita atau Ratu Galuh Kencana putri Majapahit topeng Gajahmada, lukisan keramik dan lain-lain. Pada zaman Majapahit, tiap ujung kiri tempat pemujaan leluhur diberi tambur atau bedug. Hal itu masih dilakukan sampai kini, kendati tidak ditabuh.Panditoratu Pura Majapahit Hyang Suryo Wilatikno mengatakan, benda-benda pusaka itu memang dikeramatkan di Pura Majapahit.Kenapa benda-benda tersebut diperlihatkan kepada masyarakat umum, Hyang Suryo memiliki alasan yang mendasar. Selama ini, katanya, Pura Majapahit ditutup atau disegel oleh pihak berwajib. Kegiatan ritual dan aktivitas lainnya dilarang. Bahkan, ada isu ingin dibom oleh pihak tertentu. Karena ditutup, tentu umat tidak sempat tangkil ke pura tersebut --yang mana di sana terdapat sejumlah benda pusaka pada masa Kerajaan Majapahit.''Itu makanya kami memamerkan benda-benda tersebut, dengan harapan masyarakat tahu bahwa inilah benda pusaka yang distanakan di Pura Majapahit Trowulan,'' ujarnya didampingi Yanto (Islam) dan Ajun (Buddha) dua orang yang berbeda agama, tetapi memiliki garis luluhur yang sama, Majapahit. (orangnya masih hidup dan bisa di tanya)Sebelumnya, kata Hyang Suryo, benda-benda pusaka itu berada terpencar di sejumlah tempat. Bahkan, ada yang disimpan oleh beberapa keluarga. Setelah Pura Majapahit berdiri tahun 1997, benda-benda itu disimpan di pererepan Pura tersebut.Hyang Suryo yang mengaku keturunan ke-11 Kerajaan Majapahit hasil perkawinan Brahma Raja Wilatikno dengan putri Cina bernama Li Yu Lan itu mengatakan, benda-benda pusaka tersebut ''dipelihara'' oleh mereka yang memiliki garis keturunan Majapahit. ''Kendati mereka berbeda agama, sampai saat ini tetap pada tradisi nenek moyangnya,'' kata peraih bintang dharma dan bakti budaya tersebut.Pratima BrawijayaJika diamati, memang ada yang unik dalam kegiatan pameran pusaka budaya nusantara yang diselenggarakan Paguyuban Trah Sultan Hamengku Buwono dan KGPAA Paku Alam bekerja sama dengan paguyuban penggemar keris Yogyakarta Sri Kanowo pimpinan Ir. RM Wibatsu itu.Dalam pameran kali ini panitia menghadirkan pratima Prabu Brawijaya -- pendiri Kerajaan Majapahit -- dan batu pusaka Pura Dalem Solo. Kedua benda keramat itu di-stana-kan di Taman Budaya selama pameran berlangsung. Batu pusaka itu selama ini di-sungsung di Pura Dalem Solo, Banjar Aseman, Sedang, Abiansemal, Badung. Sementara pratima Prabu Brawijaya di-stana-kan di Candi Simping, Jawa.Dihadirkannya benda tersebut, kata salah seorang panitia pameran Dr. KRHT Sumadi Kertonegoro dan Wakil Ketua Paguyuban Sultan Hamengku Buwono dan KGPAA Paku Alam E Bambang Eko Priyono, B.Sc., sebagai ''pelindung'' benda-benda tersebut dari pengaruh energi negatif. Sebelum pameran berlangsung, kata Kanjeng Sumadi, ada pawisik agar keduanya disandingkan dalam pameran. Karena itu, kedua benda keramat ini ditempatkan dalam suatu ruangan yang disucikan di Taman Budaya.Sekitar 600 benda pusaka dipamerkan dalam kegiatan itu. Selain keris, ada tombak, cundrik, patrem, pedang, golok, samuari, dan berbagai jenis senjata dari negara tetangga seperti Filipina, Tiongkok, Korea dan Thailand. Uniknya, ada pusaka Dewata Nawa Sanga, juga ada keris Tri Sula Majapahit, keris Mataram dan lain-lain.Dipamerkannya senjata dari beberapa negara tetangga, kata Penasihat Paguyuban Trah Hamengku Buwono dan Paku Alam Bali-Nusa Tenggara Dr. RM Heng Roos Gianto, sebagai perbandingan hasil karya para leluhur bangsa Indonesia dengan negara luar. Benda-benda pusaka dari negara luar seperti samurai, golok dan pisau belati, secara fisik memang tampak memiliki ketajaman. ''Tetapi tosan aji seperti keris, tombak dan cuntrik ciptaan para mpu kita dulu, selain tampak tajam secara fisik, juga memiliki yoni atau kekuatan gaib. Inilah kelebihan senjata ciptaan nenek moyang kita,'' ujarnya. Hampir sebagian besar keris yang dipamerkan itu memiliki yoni atau tuah seperti senjata pusaka yang dipamerkan peserta dari Pejanggik, Lombok. Seperti keris Kebo Teki yang umumnya digunakan para raja.Ketua Peguyuban Sutresna dan Pelestarai Budaya Tosan Aji Bali Ir. Wayan Witasta sependapat dengan RM Heng Roos Gianto bahwa keris diyakini memiliki yoni atau tuah tersendiri. Bahkan, untuk mendapatkan wesi aji bahan baku keris para mpu dulu memperolehnya melalui pawisik lewat meditasi.• SubrataNB:• Nasib Pratima dan Pusaka Pura Majapahit bisa dilihat kasunyatannya nasibnya ngenes /terlunta jadi bagi yang tidak tahu perjalanannya di mohon jangan asal njeplak biar tidak tulah atau kuwalat. (disadur dan disalin tanpa mengurangi dari Bali post Sabtu Pon 26 Juli 2003).

YAYASAN PURA MAJAPAHIT

KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : C-832.HT.01.02.TH.2006

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

YAYASAN PURI SURYA MAJAPAHIT

SEJARAH

Yayasan / fondation ini di dirikan untuk melindungi tempat LELUHUR MAJAPAHIT atau Pura Majaphit di dalam PURI SURYA MAJAPAHIT, yang selama ini di lecehkan bahkan di tutup berdasarkan SKB Menteri Agama dan Mendagri.

Padahal tiap RUMAH / GRIYO / PURI / PURO dan lain-lain dari Keluarga Majapahit harus punya tempat Leluhur yang di sebut PURA / MERAJAN / KAWITAN dan lain-lain, yang kebetulan lestari di Bali dan sebagian kecil di Jawa yang disebut ” BUDAYA KEJAWEN “ dimana orang masih menghormati Leluhur yang di sebut Danyang / Bibit kawit suatu desa.

Yayasan Puri SURYA MAJAPAHIT bergerak dalam bidang “PELESTARIAN BUDAYA” bukan Agama. Sebelum punya yayasan, Kami sering di “DI GEBUG” orang mengatasnamakan agama, bahkan mau dirobohkan, malah mau ditutup oleh MUSPIKA.Demikian ironisnya leluhur kita yang belum kenal agama islam (karena masuk abad - 15) dan para leluhur di-”CANDI” kan karena Beliau di BAKAR / NGABEN /dan abunya di buang ke laut ( ADAT BUDHO), candi Beliau di hancurkan dan di larang di buat dalam rumah untuk di SEKAR / UPACARAI. Untuk itu Kami menjelaskan tentang Yayasan ini, semoga semua pihak mengerti dan memaklumi.

YAYASAN PURI SURYA MAJAPAHIT

Kantor Cabang; Jl.Puri Gading A-1 Jimbaran Bali Telp.0361-704725

GUBERNUR BALI BAKESBANG LINMASDA NO INV. :220/243/KBPM/Org

HIKMAH PENUTUPAN PURA MAJAPAHIT TROWULAN

Penutupan Pura Majapahit Trowulan tidak menyurutkan Hyang Bathara Agung Sri Wilatikta Brahmaraja XI pimpinan Puri Surya Majapahit untuk terus berkiprah. Kini beliau bebas turun ke jalan memenuhi undangan dari Keluarga Besar Majapahit Nusantara untuk kirab dimana-mana untuk menyuarakan pelestarian budaya Pemersatu Bangsa. Makna dari semua yang terjadi atas penutupan di Pura Majapahit Trowulan ternyata membawa Hyang Bathara bebas untuk kemana–mana dan berkunjung atas permintaan atau undangan para fans / pengagum kerabat Majapahit beserta benda–benda peninggalannya. “Saya ambil hikmah positifnya saja karena masyarakat masih banyak yang menghendakinya”. kata Hyang Brahmaraja. Jutaan benda peninggalan Majapahit adalah aset seluruh Bangsa dan bukan milik Agama tertentu “ ujar Hyang Suryo yang ber-Abiseka Sri Wilatikta Brahmaraja XI (Raja Majapahit 9 dari generasi ke-11). Sebagaimana diketahui Pura Majapahit di Trowulan yang dijuluki Pura Pancasila sama sekali tidak ada kaitanya dengan Agama tertentu tetapi sarana/wadah daripada pelestarian budaya. Maka tidaklah benar jika kegiatan di Pura Majapahit di hubung – hubungkan dengan kegiatan untuk mempengaruhi para pengunjung untuk memeluk Agama tertentu. “Saya menolak jika dikatakan ingin meng-agamakan orang. Saya sendiri bukan hindu, bukan Islam dan bukan Kristen, bukan pemeluk Agama apapun. Saya ini penganut Siwa Buda”. tuturnya. Karena bukan merupakan kegiatan Agama maka tema Budaya pemersatu bangsa menurut Hyang Brahmaraja sangat tepat dalam pameran budaya yang di gelar di Lake View Hotel yang dipromotori Bapak Ketut Putra Nata S.Par dan masyarakat yang mengatas namakan Bali Aga. Kerinduan untuk berjumpa dengan sanak keluarga para kerabat diseluruh Indonesia yang sejak dahulu dipendam baru dapat diwujudkan dengan adanya penutupan Pura Majapahit Trowulan. Kini Brahmaraja bebas turun kejalan-jalan untuk mengadakan Kirab dan menyatu dengan rakyatnya, Beliau selalu menyelipkan pesan-pesan luhur terutama agar semua elmen bangsa kembali mengingat para leluhurnya demi keutuhan bangsa, persatuan dan kesatuan sebagaimana yang pernah diraih kerajaan Majapahit ini merupakan suatu contoh daripada penguasa yang sangat memperhatikan rakyatnya dan budayanya, ini terbukti dengan diterimanya beliau di semua lapisan masyarakat yang bersimpati atas kepemimpinan beliau dan kasih sayangnya sampai-sampai ada yang menginginkan untuk menjadi Presiden RI tapi Brahmaraja adalah simbol Nusantara simbol Raja, arab saja ada rajanya , Tapi SIAPA yang berani mengaku Raja Majapahit ??. karena masyarakat sudah muak dengan kondisi yang ada seperti sekarang. “Saya adalah terkecil dari yang kecil dan Saya adalah yang terbesar dari yang besar” .Sabda sang Pandito Ratu. Bali sebagaimana penilaian sejumlah Sepiritualis merupakan perwujudan dari keutuhan adat dan budaya Majapahit. Hanya Balilah yang hingga kini tetap berpegang pada adat dan budaya warisan Majapahit sehingga kehidupan masyarakatnya selalu tentram dan damai. Kehidupan masyarakat Bali yang kukuh memegang dan menjalankan adat tradisi dan budaya leluhur maka segala bencana alam, konflik, penyakit yang menyerang tanaman tidak pernah terjadi tidak seperti di pulau Jawa. Seperti bunyi lontar bali “Sira Mpu Kuturan, Ingaranan Mpu Rajakretha Mahyuntha Anggawe Parhyangan Kabeh Sane Kagawa Wit Majapahit Kaunggahan Ring Bali Kabeh” kini dengan adanya penutupan dari pada Pura Majapahit di Trowulan terbukti seperti bunyi Lontar tersebut di pindah ke Bali. Banyak sekali hikmah, yang dihasilkan penyerbuan oleh Imam Karyono takmir Masjid Campa bersama dalangnya yang buta hukum dan sejarah besar bangsa ini juga oleh surat keputusan bersama menteri yang tidak jelas alasannya menutup Pura KAWITAN Majapahit Nusantara salah satunya bencana alam yang terjadi sekarang sesuai dengan ramalan. Dan warung sekitar Puri banyak yang tutup. Hikmahnya lagi Berdiri Pura Ibu Majapahit Jimbaran yang megah, unik, sakral dan tertinggi di Indonesia. Dan Penyerahan Mahkota Majapahit yang di jarah oleh tentara santri Islam Demak yang seharusnya di saksikan masyarakat Trowulan sebagai situs asli Majapahit (ironis). Terima kasih Karyono dkk, Nusantara dan Pancasila ada di bawah telapakmu yakni sariat ARAB. Toleransi yang diberikan oleh umat yang ada di Bali, karena sangat menghargai leluhurnya dimana dengan adanya adat sesajen yang diberikan untuk ibu pertiwi kita mendapatkan berkah dari tanah air, tidak seperti di Arab yang menghasilkan padang pasir. Dari kasus Trowulan, Umat Hindu di Bali (dicanangkan th 1961) sesuai pernyataan Ida Peranda Manuaba, inipun bentukan pemerintah arab untuk memecah belah / mendiskriminatif umat di Bali supaya mengecil).Umat hindu Bali harus dewasa dan berani bersikap, jika umat hindu terus polos dan “manut-manut wae”hanya tinggal menunggu waktu akan mengecil dan pada akhirnya habis.
NB; Bali adalah Majapahit, semua yang diterapkan di Bali berasal dari Majapahit bukan dari India Biarlah Bali di kasih lebel Hindu Toh Prakteknya adalah Siwa Buda yaitu ke leluhur Kawitannya biarpun di tuntun ke India ataupun Ke arab, keturunan Majapahit ini tetap memuja Leluhurnya atau orang tuanya di merajan masing-masing. Pertanyaanya , “ Beranikah atau maukah menteri Agama dan menteri Dalam negeri membuat SK pembekuannya andai umat hindu menyampaikan keluhan-keluhan tempat ibadat non hindu atau mushala-mushala atau masjid yang banyak bertebaran didesa-desa ?”. Apa anda semua mbudek dan micek. Wahai Penguasa.

SRI WILATIKTA BRAHMARAJA XI

Hyang Suryo Wilatikta "Abhiseka Raja Majapahit Masa Kini"

Raja Majapahit Masa KiniPARAMA WISESA PURA sebuah candi megah tempat Pemujaan RAJA-RAJA Majapahit pada era Kejayaan Majapahit Nusantara tempo dulu berdiri megah di Majapahit.

Sejak 500 tahun keruntuhan Madjapahit candi itu tidak ada yang tahu letaknya, mungkin berserakan……`Kalanya` di depan gang kampung, batu-batunya berserakan di sawah dan lain-lain.

Lontar Bali GEGURITAN MAJAPAHIT menyatakan:

“Sira Mpu Kuturan, Ingaran Mpu Rajakretha, Mahyunta Anggawe Parhyangan Kabeh, Sane Kagawa wit Majapahit,Kaunggahan ring Bali Kabeh”

Adalah Mpu Kuturan, bergelar Mpu Rajakretha, membuat Parahiyangan ( tempat leluhur ) semua yang di Bali, yang di bawanya dari Majapahit, di bangun / di terapkan di Bali semua.

Masa sekarang, seluruh Pura-pura tempat leluhur di Bali adalah dari Majapahit dengan bukti selalu mempunyai “PERSIMPANGAN MAJAPAHIT MENJANGAN SLUWANG “. Bahkan pada acara Melasti atau Kirap membawa menjangan utuh dalam bentuk Arca atau Pratima.

Di Pura Besakih ada duplikat PARAMAWISESA PURA yang dibuat oleh Arya Damar, Arya Kenceng ( Raja Bali Anglurah Majapahit ), Rakyan Mahapatih Hamangkubumi Gadjah Mada dan Para Arya Wilatikta tahun 1343 M zaman Pemerintahan Ratu Majapahit III IBU TRI BUANA TUNGGA DEWI, bahkan di tandai dengan Pohon Buah Leci yang berasal dari Cina, Di samping kiri Pelinggih Ratu MAS.

Sebuah meru tumpang XI Hyang Wisesa dan Meru Tumpang III Ratu Mas Magelung Leluhur yang melinggih adalah: Masa mudanya bernama SRI ADWAYA BRAHMA keturunan Prabu Airlangga Raja Jawa-Bali yang di sebut KADIRI.

Hyang Wisesa Bersama Raja Majapahit IX
Gedong Meru atau Pagoda Sri Jaya Sabha / Hyang Wisesa / Sri Wilatikta Brahmaraja I bersama Raja Majapahit ke-9
Ratu Mas b
Ratu Mas / Siwa Parwati / Ibu Bathari Durgha / Ratu pantai selatan / Ratu Indreswari / Dara Jingga / Sri Paduka Patni Biksuni Sakti Pelindung Jagad Raya bersama keturunannya yang kesebelas di Besakih 1-1-2009 pulang melihat bukti sejarah yang nyata bahwa di besakih masih ada, membuktikan Bali memang Majapahit (peristiwa langka dan pertama kali sejak 666 tahun yang lalu Beliau melihat persinggahannya untuk mengayomi semua keturunannya yang di Bali setelah di Stanakan / di Linggihkan di PURA IBU MAJAPAHIT JIMBARAN)

Masa Dewasa menjadi PANGLIMA PERANG NUSANTARA dengan gelar ” BATHARA INDRA ” setelah upacara Srada menjadi Hyang Wisesa, Permaisurinya / istrinya masa kecilnya bernama LI YULAN / Dewi Bulan / Wulan / Dara Jingga putri pertama Raja Miao Li ( Mauli Warmadewa kerajaan Melayu / Malaya / sekarang Malaysia / Nan Hay Cina selatan ), setelah menikah bergelar INDRASWARI setelah upacara Srada menjadi Bathari RATU MAS MAGELUNG manifestasi DEWI KWAN IM

Inilah SRI WILATIKTA BRAHMARAJA I yang di candikan / di-Stanakan di pura Besakih Bali yang di wilayah Trowulan Candinya hancur dan hilang entah dimana.

HYANG SURYO WILATIKTA KETURUNAN XI

(Generasi yang ke sebelas)

Sejak kecil Hyang Suryo Wilatikta berbakti kepada leluhurnya dengan belajar ilmu kepanditaan / Brahmana (Brahmaraja), juga melakukan Darma Baktinya kepada keluarga Majapahit hingga memperoleh Bintang ” Darma Bakti Budaya “. Dan di anggap memang SATRYA, berani bertahan dengan melestarikan Adat Majapahit. Di rumahnya Hyang Suryo membuatkan makam-makam yang berupa candi karena ber-Ageman SIWA BUDA yang tidak memerlukan tanah ” perkuburan ” pada umumnya, jadi masuk kepercayaan yang di bawah naungan DEPDIKBUD ( dahulu ) sekarang sudah menteri Kebudayaan, tapi tetap di GEBUK SKB menteri Agama dan Mendagri 01/BRN MGA/1969 yang isinya tidak jelas hanya untuk menuduh / menfitnah membuat tempat ibadah Hindu.

Padahal Majapahit ” BUKAN Hindu “, bahkan sudah di jelaskan di MUSPIKA malah di anggap penipu dan pinter ngomong. Rumahnya di tutup di larang ritual dan kegiatan dalam bentuk apapun, sangat aneh di negara yang merdeka berdasarkan Pancasila dan punya KOMNAS HAM. Tapi sekarang sudah ada;

” PUSAT INFORMASI MAJAPAHIT TENTANG SRI WILATIKTA BRAHMARAJA XI ABHISEKA RAJA MAJAPAHIT MASA KINI “ di utara Kolam segaran Jl.Brawijaya Dara Jingga 13/16 Tembus Sabda Palon.

ADAT MADJAPAHIT

Puri / Pura / Puro / Griya Hyang Suryo Wilatikta harus punya tempat leluhur / Pura Majapahit. Sesuai dengan Adat Majapahit yang lestari di Bali sampai detik ini sehingga menjadi perhatian seluruh DUNIA / Jagatraya. Padahal kalau di telusuri antara Bali dan Jawa tanahnya sama, orangnya sama, yang membedakan adalah adat istiadatnya serta budaya yang menarik perhatian dunia tidak ada duanya, itulah adat masa Majapahit yang lestari sampai hari ini yang luput dari penumpasan Islam Demak.

” PURI-PURA-PURANA “

Konsep PURI-PURA-PURANA ini satu kesatuan yang sangat lestari di Bali karena Bali memakai Adat Majapahit. Contoh GRIYA-MERAJAN-BABAD ( Rumah- Tempat Leluhur-Ada ceritanya ). Seperti rakyat pada umumnya yang punya Merajan / Sanggah Kawitan. Kalau di Jawa karena sudah TIDAK melestarikan, merajan menjadi dusun yang berganti keyakinan biarpun masih ada yang datang ke leluhur untuk nyekar di kuburan

( WILATIKTA PURA )

Awal mula rumah ini ada jauh sebelum ORDE BARU menguasai negeri, di dalamnya ada tempat Leluhur Majapahit, dan ada ceritanya / PURANA siapa leluhur yang di puja dan silsilahnya awal sampai penerus terakhir (yang masih hidup / kasunyatan sekarang ). Di dalam rumah Hyng Suryo ada Meru / Pagoda / Pelinggih tumpang sebelas SRI WILATIKTA BRAHMARAJA I dan tumpang sembilan Leluhur Putri / Permaisurinya dan Leluhur-leluhur Majapahit lainnya. Inilah yang dijadikan masalah dan mau di robohkan. Sebetulnya inilah Pepunden Nusantara di Trowulan, karena di upacarai dengan Adat Mojopahit yang MAHA SEMPURNA dan BENAR , bahkan paling sempurna di dunia. Peresmian / Tata cara benar-benar menggunakan SIWA - BUDA . Kitab Negara Kerthagama hasil maha karya Mpu Prapanca menuliskan kisahnya pada masa Prabu Hayam Wuruk terulang kembali di abad 21 yakni pada masa Hyang Suryo Wilatikta.

Dengan adanya BARONG SAY CHINA sesuai Adat Leluhur Putri dari CHINA tiap Upacara harus disuguhkan dengan BARONG SAY yang di simbolkan punya tugas sebagai penyelamat dari unsur-unsur kejahatan yang kalau di Bali, menjadi BARONG LANDUNG ataupun BARONG KET. Inilah yang menjadi bukti sejarah, karena ketidaktahuan akhirnya menjadi dongeng /mula keto/ memang begitu. BARONG SAY menjadi cikal Bakal dari BARONG LANDUNG atau BARONG KET. Sedangkan Tari Baris menggambarkan Prajurit Majapahit yang tidak berubah kostumnya dari dulu.

Dan upacara SIWA nya benar - benar ditangani, Adat Majapahit yang hanya ada di bali, justru di saat sekarang ini Hyang Suryo satu - satunya di dunia yang bisa tetep menggabungkan Tata Cara SIWA BUDA . Padahal Agama sudah di KOTAK menjadi Agama Hindu dan Agama Budha, Hyang Suryo gigih tetap dengan keyakinan SIWA BUDA . Di KTP selalu di tulis Agama BUDHA karena Agama SIWA tidak di akui, Jadi hanya satu - satunya di DUNIA orang yang punya Agama SIWA BUDA . Bahkan Keluarga Keturunan Majapahit Hindu Bali mendukung, Budha China seperti Pendeta LOTUS TEMPLE CHINA FEN PADMA NANDY datang merestui dan berdoa menyumbang peralatan ritual dari China termasuk TEH KWAN IM obat - obatan Raja China untuk Hyang Suryo. Buktinya Bingki Irawan Ketua Agama Konghucu ( yang sudah di akui Agama oleh SBY ) nyumbang Tarian Barong Say. Yang untuk pertama kalinya sejak 500 tahun diadakan di PURI SURYA MAJAPAHIT TROWULAN untuk menghormati SRI WILATIKTA BRAHMARAJA I yang punya istri LI YULAN / DARA JINGGA / INDRASWARI / RATU MAS MAGELUNG yang melinggih di Pagoda / Meru Tumpang sebelas dan sembilan di dalam Puri Surya Majapahit yang mau dirobohkan. Keluarga besar yang beragama Islam / Kristen / Katholik / Kepercayaan dan lain- lain, ikut datang mendukung dan kebetulan mereka mengaku keturunan Majapahit bahkan dari Penjuru DUNIA / JAGAD RAYA ( Orang- orang desa menyebut TOURIS ).

Upacara di Trowulan SIWA-nya (Hindu) di pusat: IDA PRANDA MADE GUNUNG‘, yang karena mendukung MAJAPAHIT kini menjadi PERANDA terkenal di DUNIA JAGAD RAYA ( Tiap Hari Dharmawacana di Bali TV dan lainnya).

Yang mengagumkan DUNIA tinggal satu - satunya keturunan MAJAPAHIT yang Berani ( Istilah sekarang karena Kong-hucu di akui AGAMA ) mengaku ber-AGAMA SIWA - BUDA. ( Agemanku) - Pegangan hidup.

Inilah yang membuat kagum DUNIA JAGAT RAYA, sehingga Hyang Suryo Wilatikta satu - satunya ORANG di DUNIA / Jagad Raya yang ber-Agama SIWA BUDA, sehingga oleh Dunia / Jagad Raya di beri HAK memakai nama / Bergelar SRI WILATIKTA BRAHMARAJA XI.

Generasi yang XI (ke sebelas) menjadi RATU MOJOPAHIT IX (ke-9), memiliki SK Keluarga Besar Mojopahit Jogjakarta yang di ketuai Prof. DR. R.M WISNU WARDANA SURYA DININGRAT, karena Raja Majapahit VIII melarikan diri di kejar tentara islam demak dan MOKSWA di gunung Lawu. Mengenai Pro dan kontra siapa yang sekarang yang berani mengaku sebagai Raja Majapahit IX ?. Apakah sudah mumpuni ?. Mengerti adat Majapahit Sekala Niskala.

Putra-putri Majapahit bersama Sri Wilatikta Brahmaraja XI
Putra-putri Majapahit bersama Sri Wilatikta Brahmaraja XI
Berbincang bersama Bayangkara Majapahit (Polisi)
Berbincang bersama Bayangkara Majapahit (Polisi)
Memberikan Restu
Memberikan Restu sebelum Upacara Panca Wali Krama di Besakih 1 Januari 2009
Raja memberikan Dharma Wacana untuk kesejahteraan
Raja memberikan Dharma Wacana untuk kesejahteraan dan sejarah kenyataan

Hyang Suryo tidak pernah mengaku Raja, hanya mengaku KETURUNAN GENERASI KE SEBELAS (XI). Tapi Hyang Suryo sudah mengikuti sejak kecil upacara-upacara Majapahit seperti ; Otonan, odalan, Diwinten, Dwijati, ikut upacara terkecil maupun terbesar: Eka Dasa Ludra yang di adakan Upacara seratus tahun sekali di pura Besakih tahun 1963. Terakhir ” metatah ” oleh Bathari Agung Sagung Ayu Parameswari di Puri Dangin ( Salah satu Neneknya yang tidak punya anak menjadi Ibu angkat ). Beliau adalah istri dari Bathara Ratu Gde Patih TRI MACAN MAJAPAHIT di Bali ( purinya hancur akibat perang puputan 1908 sekarang menjadi Markas KODAM UDAYANA )

Dan RATU PERANDA LINGSIR Puri Kawanan, Ida Bagus Gde Basia dalang KANDA BHUAWA. Hyang Suryo di beri nama ” ANAK AGUNG KETUT ADNYANA ” (Anak yang di angkat ) di depan pelinggih Bathara Kawitan Majapahit BALI, nama ini oleh Hyang Suryo tidak di pakai hanya di anggap nama NISKALA waktu Upacara metatah.

Kemudian di Jawa melakukan DHARMA dan BAKTI kepada Keluarga Besar keturunan Majapahit dan para Leluhurnya sehingga mendapat Bintang DHARMA BAKTI BUDAYA pada hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2001 di Surakarta, sehingga sa`at ini di akui DUNIA JAGAD RAYA orang yang melakukan praktek / mengalami sendiri / melaksanakan Adat / Tata cara Majapahit Murni dan konsekuen secara maha sempurna Sekala - Niskala dan di akui DUNIA sebagai RAJA MAJAPAHIT 9 dengan Gelar ABHISEKA SRI WILATIKTA BRAHMARAJA XI.

Inilah Sejarah Keluarga tanpa intervensi dari siapapun dan menceritakan yang sebenarnya untuk kebanggaan generasi muda yang cinta Tanah AIR dan Bangsa akan sejarah Nusantara yang adi luhung. Di samping merayu para leluhur untuk tidak murka pada keturunannya dan alam mau bersahabat lagi untuk ketentraman dan kesejahteraan kawula semua. Manunggaling kawula Gusti.